Bantenku, LEBAK, dugaan ketidak beresan pada program pembangunan Drainase pemukiman di 61 Desa, pada program FMSRB tahun 2020, yang dikelola oleh Bidang SDA pada Dinas PUPR Kab.Lebak, telah dilaporkan oleh LSM Bentar ke Unit Tipikor Polres Lebak, dan hal tersebut mendapat tanggapan dari aktivis pemerhati korupsi.
Susanti Aktivis Ormas Brantas Kab.Lebak mengatakan, " Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan ( SPDP), merupakan tanda bahwa penyidik memulai penyidikan suatu perkara, berdasarkan mekanisme yang diatur Pasal 109 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik wajib mengirimkan surat pemberitahuan kepada penuntut umum", katanya
Namun, "Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 tertanggal 15 November 2016 menghadirkan suasana baru terhadap hukum acara pidana Nasional yang selama ini diberlakukan melalui UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)", papar Susanti Mahasiswi Fakultas Hukum Unma Banten.
Hal baru yang diberikan dalam Putusan a quo (tersebut ), terletak dalam hal penyampaian Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) semula hanya disampaikan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum (Pasal 109 ayat (1) KUHAP).
Akan tetapi telah berubah, Sistem peradilan pidana tersebut dinilai mengesampingkan keadilan karena tidak memberikan informasi kepada para pihak terutama pelapor dan terlapor tentang SPDP yang ada. Pemohon dalam perkara a quo (tersebut), menekankan bahwa keberadaan Pasal 109 ayat (1) KUHAP tidak memberikan kepastian hukum ujarnya.
Pihak Tipikor Polres Lebak dengan melayangkanya SPDP dengan segera, terkait bidang SDA pada dinas PUPR Lebak yang di laporkan LSM Bentar belum lama ini, maka publik akan menilai keseriusan Polres dalam pemberantasan tindak pidana Korupsi, serta dalam rangka menyelamatkan uang negara dari para Koruptor tegasnya.
( Aswapi Aman - Red )